Jakarta, 7 September 2023 – Pemanggilan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tahun 2012, mengundang sejumlah pertanyaan dari praktisi hukum terkemuka, Ardy Susanto. Dalam pandangannya, pemanggilan ini menimbulkan kebingungan mengingat kasus tersebut terjadi lebih dari satu dekade yang lalu.
Ardy Susanto menyoroti bahwa penegakan hukum haruslah bersifat netral dan tidak dipengaruhi oleh faktor politik. Namun, kejadian ini menimbulkan kebingungan mengingat Cak Imin baru saja dideklarasikan sebagai calon wakil presiden.
“Sebagai praktisi hukum, saya tidak ingin membuat kesimpulan prematur. Namun, penting bagi kita untuk bertanya mengapa kasus ini baru diangkat kembali setelah begitu lama, dan mengapa ini terjadi ketika Cak Imin sedang aktif dalam dunia politik,” ujar Ardy Susanto dalam pernyataan tertulis.
Praktisi hukum ini menekankan bahwa transparansi dan akuntabilitas harus dijunjung tinggi dalam setiap proses hukum. Menyelidiki kasus-kasus korupsi dari masa lalu adalah hak masyarakat, namun penting juga untuk memastikan bahwa hal ini tidak digunakan sebagai alat politik.
Lebih lanjut, Ardy Susanto menyampaikan bahwa hukum haruslah mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan konteks sosial. “Hukum tidak hanya tentang aturan, tetapi juga tentang rasa keadilan dan penilaian atas situasi yang ada,” tambahnya.
Dengan demikian, pandangan Ardy Susanto menekankan bahwa pemanggilan ini memunculkan pertanyaan yang perlu dijawab secara jelas dan transparan. Harapannya adalah agar proses hukum tetap netral dan tidak terpengaruh oleh dinamika politik.
Catatan: Artikel ini merupakan interpretasi dari pandangan Praktisi Hukum Ardy Susanto terkait pemanggilan Cak Imin oleh KPK. Ardy Susanto adalah seorang pengacara dengan latar belakang Fakultas Hukum Tarumanagara Jakarta.