Oleh
drh. Luciana Mathilda Wio
SUARA TTS.COM | SOE- Pada zaman ini, melihat perempuan menjadi sosok wanita karier adalah hal yang wajar. Bahkan tidak jarang saat ini banyak perempuan menjadi pemimpin pada suatu organisasi ataupun lembaga.
Terkadang beberapa orang beranggapan bahwa menjadi wanita karier harus mengorbankan keluarganya. Pertanyaan yang paling sering ditanyakan kepada wanita, manakah lebih baik? Karier atau keluarga? Tentu jawabanya semua baik karna setiap orang memiliki caranya masing-masing dan tentu pilihan tersebut merupakan hal terbaik bagi diri dan keluarganya.
Menjalankan peran sebagai ibu dan wanita karier tentunya memiliki tantangan yang luar biasa, terutama dalam hal membagi waktu antara keluarga dan karier. Oleh karenanya perlu ada tips yang bisa dilakukan agar bisa seimbang diantara mengurus rumah tangga dan menjadi wanita karier.
Pergeseran peran dan fungsi terjadi pada hampir semua lapisan masyarakat. Dengan kondisi ekonomi yang sulit, banyak ditemukan istri yang bertindak sebagai kepala rumah tangga yang berperan mencari nafkah. Istri yang bekerja di ranah publik, menghasilkan uang dan ditekuni dalam waktu lama demi mencapai prestasi disebut wanita karier. Terdapat konsekuensi bagi wanita karier yaitu adanya peran ganda dalam waktu bersamaan antara pekerjaan dengan keluarganya.
Tidak ada bisa yang melarang perempuan untuk bekerja, akan tetapi seorang istri harus menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik,agar tidak ada yang dikorbankan diantara keduanya.
Sebagai seorang anak yang dilahirkan dari keluarga sederhana sejak kecil, selalu didoktrin oleh ibu untuk bisa menjadi perempuan mandiri dan tidak tergantung pada orang lain.
Hal ini lantas menjadi motivasi mengingat saya menjadi anak satu satunya dari 9 bersaudara yang menempuh pendidikan di luar pulau dan jauh dari keluarga.
Setelah lulus kuliah tahun 2008, langsung bekerja pada NGO Action Contre la Faim (ACF) di wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan, tempat kelahiran yang mana selalu intens berinteraksi dengan masyarakat membuat mindset saya berubah. Ternyata banyak hal yang harus dilakukan untuk daerah ini, setelah program NGO berakhir saya mengikuti tes CPNSD dan lulus ASN tahun 2009 saya mulai berkarier sebagai ASN hingga saat ini.
Kini, 16 tahun sudah mengabdi sebagai dokter hewan pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten TTS. Banyak pengalaman mulai dengan menangani kasus kematian ternak baik itu sapi maupun babi dan harus terjun ke kelapangan bersama tim. Dan terakhir turun bersama Tim investigasi kasus rabies pada tahun 2023 di Desa Fenun.
Dari semua perjalanan karir sebagai dokter hewan di dinas, membuat saya merasa gagal adalah kasus Penyakit Rabies dimana kasus ini memakan korban jiwa yang sangat banyak hanya karena masyarakat kurang mendapatkan edukasi.
Begitu banyak hal yang ingin saya lakukan untuk daerah tercinta ini sehingga saya merasa sebagai seorang ASN saja tidak cukup karena dibatasi oleh aturan maka saya memutuskan untuk menjadi seorang aktivis pada tahun 2023 dengan terlibat secara langsung di Organisasi dan menjadi Ketua Pemuda Katolik Komcab TTS serta juga menjadi anggota di sejumlah Yayasan.
Tujuan hidup saya ingin membawa masyarakat di daerah saya keluar dari kemiskinan, masalah stunting dan human trafficking. Meski sebenarnya daerah ini tidaklah miskin karena begitu banyak Sumber Daya Alam (SDA) yang bisa dikelola untuk menjadi sumber pendapatan, baik itu dari pertanian maupun peternakan. Salah satu aktivitas dalam organisasi yaitu membentuk kelompok Tani/Ternak dan kini telah berjalan dengan harapan bisa menjadi contoh buat masyarakat. (***)