Example 728x250
Opini

HATI GURU YANG MENGUATKAN BANGSA

10
×

HATI GURU YANG MENGUATKAN BANGSA

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

(Sebuah Teropong Pendidikan dari Kabupaten Timor Tengah Selatan)

Oleh: Dr. Margarita D. I. Ottu, M.Pd.K., M.Pd.

Example 300x600

SUARA TTS.COM | Dalam setiap langkah bangsa menuju masa depannya, berdirilah sekelompok manusia yang bekerja dalam diam namun menentukan: para guru. Mereka bukan hanya penyampai materi pelajaran, tetapi penjaga nyala pengetahuan, penanam nilai, dan penggerak harapan agar terus hidup di tengah perubahan zaman.

Ketika kita mengucap “Guru Hebat, Indonesia Kuat,” sesungguhnya kita sedang menegaskan bahwa kekuatan bangsa bertumpu bukan pada gedung-gedung tinggi atau kecanggihan teknologi, tetapi pada ketulusan hati para pendidik yang mengajar sebelum dunia terbangun dan masih berjaga ketika dunia terlelap. Hati merekalah fondasi tak terlihat yang menentukan arah masa depan negeri.

Melihat pendidikan dari Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) memberi kita gambaran nyata mengenai pengabdian yang sering tak terlihat. Di wilayah beriklim kering, berbukit, dan jauh dari pusat keramaian ini, guru-guru bekerja dalam ritme yang berbeda, dengan tantangan yang tak kecil. Setiap pagi, ada guru yang berjalan kaki menembus bukit, menyeberangi sungai kecil, atau melewati jalan rusak hanya untuk memastikan mereka tiba tepat waktu.

Ada yang mengajar di kelas berdinding papan tipis, ada yang berbagi satu kapur untuk mengajar sehari penuh, bahkan ada yang menciptakan media pembelajaran dari karton bekas, daun, batu, atau kisah-kisah rakyat. Di tengah keterbatasan, kreativitas justru tumbuh diam-diam, namun teguh.

Di TTS, sebagian siswa tidak hadir karena harus membantu orang tua ke kebun atau menjaga adik. Listrik yang sering padam dan internet yang lemah membuat pembelajaran digital terasa jauh. Namun para guru tetap mengajar dengan senyum, seolah seluruh murid hadir lengkap. Bahkan ketika siswa hampir putus sekolah, guru-guru inilah yang mendatangi rumah, membujuk, menguatkan, dan memberi harapan.

Guru di TTS bukan hanya pengajar matematika atau bahasa Indonesia. Mereka adalah panutan masyarakat, agen perubahan, pemberi penyuluhan kesehatan, penggerak literasi, sekaligus inspirasi bagi warganya. Banyak anak bertemu guru lebih sering daripada orang tua; di titik itulah guru menjadi orang tua kedua yang menjaga tumbuhnya karakter dan mimpi.

Meski tantangan infrastruktur, ekonomi, dan sosial masih membayangi, semangat literasi mulai tumbuh. Pojok baca sederhana muncul di sekolah-sekolah. Cerita rakyat dijadikan bahan ajar kontekstual. Komunitas literasi bergerak dari desa ke desa. Kearifan lokal menjadi akar metodologi yang membuat pembelajaran lebih membumi.

Di sisi lain, upaya kolaborasi pemerintah, sekolah, komunitas, dan lembaga mitra mulai memperlihatkan hasil. Pelatihan pedagogi berlangsung makin sering, akses teknologi perlahan meningkat, dan model pembelajaran baru diperkenalkan sesuai konteks daerah. Ketika sekolah hidup, masyarakat pun ikut hidup.

Apa yang membuat seorang guru di TTS bertahan? Jawabannya adalah panggilan. Mengajar bukan sekadar profesi, tetapi jalan hidup untuk mengubah kehidupan orang lain. Ketika mereka mengajarkan membaca, mereka membuka pintu masa depan. Ketika mereka mengajarkan karakter, mereka membangun pondasi bangsa.

Guru-guru di pedalaman TTS membuktikan bahwa guru hebat tidak ditentukan oleh lokasi, tetapi oleh hati. Dari ruang kelas sederhana, mereka sedang membangun Indonesia yang kuat—bukan dari pusat, tetapi dari pinggiran yang kokoh.

Ketika kita menyebut Indonesia yang kuat, kita harus menyebut nama-nama guru yang mengajar di ruangan kecil yang ditiup angin, jauh dari sorotan media. Mereka adalah penjaga mimpi bangsa, penjaga nilai, dan penjaga harapan.

“Guru Hebat, Indonesia Kuat” bukan slogan belaka.

Ia adalah kenyataan yang lahir dari hati-hati tulus yang mengajar dalam sunyi, namun menerangi masa depan bangsa.

Selamat Hari Guru Nasional, 25 November 2025

Example 300250
Example 120x600