Example 728x250
BeritaPEMERINTAHANSOSIAL

Lestarikan Alam, Lembaga Adat dan Dua Desa Di Kab TTS Gelar Ritual Adat Larangan “Banu”

58
×

Lestarikan Alam, Lembaga Adat dan Dua Desa Di Kab TTS Gelar Ritual Adat Larangan “Banu”

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Ket. Foto : Nampak pelepasan ayam hutan dan burung sebagai salah satu tahapan ritual adat larangan/Banu 

Laporan Reporter SUARA TTS. COM,DionKota

Example 300x600

SUARA TTS. COM | SOE – Pemerintah desa (Pemdes) Bijeli dan Mnesatbubuk, Kecamatan Polen bersama lembaga adat, Jumat 24 Januari 2024 menggelar ritual adat larangan (Banu) guna menjaga dan melestarikan alam, khususnya di Hutan Neno Mella, Hutan Laob dan Kali Bijeli.
Hadir dalam ritual adat tersebut, Kepala Desa Bijeli, Mesakh Uki, Ketua lembaga adat Bijeli, Welem F. Mella, Kepala Desa Mnesatbubuk, Yulius Nenotek, Pendeta Adriana, undangan dari desa tetangga Tobu, Saenoni, Fatumnutu, hoetalan, Laob, para tokoh adat, Yasim, Sanam, Mella dan Bahan, serta puluhan masyarakat Desa Bijeli dan Mnesatbubuk. Ritual adat yang dipimpin oleh para tokoh ada tersebut berlangsung di aula kantor Desa Bijeli. Para tokoh adat melakukan tutur adat sebelum melakukan pelepasan dua ekor ayam, burung, ikan dan penanaman anakan cendana sebagai tanda simbolis berlakunya larangan adat/Banu.

Ket. Foto : Nampak para tokoh adat, Pemdes dan masyarakat Desa Bijeli dan Mnesatbubuk memadati kantor Desa Bijeli

Kepala Desa Bijeli, Mesakh Uki mengatakan, ada beberapa tujuan dari ritual adat larangan atau Banu tersebut. Pertama, untuk melestarikan dan menjaga alam Bijoba. Kedua, untuk melestarikan adat budaya warisan para leluhur. Ketiga, untuk memastikan anak dan cucu tetap menikmati kekayaan alam bijoba.
“ Dengan ritual Banu ini kita ingin melestarikan alam dan budaya kita,” ungkapnya.
Melalui ritual Banu, para tokoh adat, Pemdes dan masyarakat telah bersepakat untuk mengambil hasil hutan (baik tanaman maupun hewan) hanya pada waktu yang telah disepakati. Termaksud menangkapan ikan dan belut di kali Bijeli.
“ Kalau mau ambil Asam atau kemiri di pohon baru bisa dilakukan mulai tanggal 1 September setiap tahun. Pinang dan kelapa baru bisa diambil buahnya pada 1 Agustus. Kalau mau potong hanya bisa 5 tahun sekali itupun harus ada surat dari Pemdes. Sedangkan kalau mau menangkap hewan di hutan atau menangkap ikan dan belut di kali Bijeli baru boleh dilakukan 5 tahun sekali,” terang Mesakh yang didampingi Sekertaris Desa, Boy Nenometa.

Ket. Foto : Nampak para tokoh adat sedang melakukan tutur adat dalam ritual adat larangan/Banu

Ditambahkan Ketua lembaga adat Bijeli, Welem F. Mella, jika ada masyarakat yang ketahuan melanggar larangan tersebut maka akan dikenakan denda adat.
“ Kalau ada yang berani melanggar maka ada denda adat uang, hewan dan beras yang harus dibayarkan,” tambahnya.
Dirinya yakin, jika alam lestari maka masyarakat akan sejahtera karena semua yang dibutuhkan akan disediakan alam. Untuk itu, selain Banu, masyarakat di dua desa tersebut diwajibkan menanam anakan pohon cendana 1 KK sebanyak 5 pohon.
“ Kita ingin menjaga dan melestarikan alam kita agar tetap lestari. Kita yakin, kalau alam kita terjaga dan tetap lestari maka semua yang kita butuhkan akan disediakan alam sehingga masyarakat bisa sejahtera,” pungkasnya. (DK)

Example 300250
Example 120x600